Ada sebagian orang yang berpendapat tidak ada beda antara pendapatan riba/bunga dengan pendapatan bagi hasil. Bahkan ada yang barangkali melihat bahwa pendapatan bagi hasil lebih besar sedangkan potongan untuk biaya administrasi lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan dan potongan pada bank konvesional. Hal tersebut memotivasi untuk mempercayakan uang yang berlebih kepada bank-bank syari’ah. Wajar saja jika pendapat tersebut ada di tengah-tengah masyarakat dengan petimbangan bahwa masyarakat saat ini jauh dari pemahaman islam.
Pandangan yang
terbentuk akibat system sekuler-kapitalistik yang diterapkan sekarang ini
menjadikan standar manfaat dan mudarat sebagai penentu baik dan buruknya
sesuatu. Standar tersebut padahal sangat jauh dari pemahaman Islam yang
menjadikan halal dan haram sebagai penentu baik dan buruknya sesuatu.
Lokalisasi prostitusi dan perjudian akan selalu menjadi sesuatu yang buruk
dalam Islam walaupun banyak kalangan pengambil kebijakan dan pelaksananya yang
menyatakan hal tersebut akan mempermudah negara untuk mendulang pundi-pundi
pendapatan (lewat pajak) serta ketertiban sosial masyarakat karena aktivitas
tersebut terpusat pada satu titik.
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada
Muhammad SAW yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan
dirinya sendiri, serta hubungan sesama manusia. Hubungan manusia dengan Tuhan
menyangkut masalah Aqidah dan ibadah ritual. Hubungan manusia dengan dirinya
menyangkut masalah makanan, minuman, pakaian, thaharah dan akhlaq. Sedangkan
hubungan manusia dengan sesamanya dapat dilihat pada pengaturan Islam dalam
system ekonomi, hukum, politik, social, budaya, pendidikan, hubungan luar
negeri, dan lain sebagainya. Jika kita menyakini Islam sebagai the way of
life, otomatis kita memiliki kewajiban untuk mengaplikasikan Islam secara
sempurna, tidak hanya yang berhubungan dengan aqidah dan ibadah ritual.
Permasalah perbankan syari’ah merupakan salah satu
aspek kecil yang diatur Islam dalam system perekonomian. Rasululullah SAW
bersabda bahwa, "Akan datang kepada umat ini suatu masa nanti ketika
orang-orang menghalalkan riba dengan alasan: aspek perdagangan" (HR
Ibnu Bathah, dari Al 'Auzai). Dan hadis tersebut kita jumpai realitasnya saat
ini yang mana aktifitas perbankan konvensionallah yang menguasai perbankan
dunia.
Buya Hamka secara sederhana memberikan batasan bahwa
arti riba adalah tambahan. Maka, apakah ia tambahan lipat-ganda, atau tambahan
10 menjadi 11, atau tambahan 6% atau tambahan 10%, dan sebagainya, tidak dapat
tidak tentulah terhitung riba juga. Oleh karena itu, susahlah untuk tidak mengatakan
bahwa meminjam uang dari bank dengan rente sekian adalah riba. Dengan demikian,
menyimpan dengan bunga sekian (deposito) artinya sama dengan memakan riba juga.
Islam
menyamakan orang yang memakan riba dengan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Bahkan dalam hadis riwayat Al Baihaqy,
dari Anas bin Malik menyatakan satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari
perbuatan riba lebih besar dosanya 36 kali daripada perbuatan zina di dalam
Islam .
0 komentar:
Posting Komentar